Rabu, 07 November 2018

Jembatan Petekan Peninggalan Belanda di Surabaya

doc pribadi

Pesona Jembatan Petekan Peninggalan Belanda di Surabaya, Konon Tercanggih di Masanya.
Melewati Jalan Jakarta akan tampak sebuah jembatan kuno peninggalan Belanda. Bentuknya menjulang tinggi terbuat dari besi tua usang yang tampak tak terurus. Kontruksi jembatan ini terbuat dari besi baja.
Bagi mereka yang belum tahu tentunya menganggap jembatan tersebut biasa saja. Baja yang tak terawat sudah pasti seharusnya dibesituakan.
Tapi siapa sangka jembatan ini masuk ke dalam cagar budaya yang dilindungi di Surabaya.
Jembatan ini bernama jembatan petekan.
Jembatan Petekan adalah sebuah jembatan peninggalan Belanda di wilayah Surabaya.
Jembatan ini terletak di Jalan Jakarta, Surabaya tidak jauh dari Markas Komando Armada Timur Angkatan Laut Jalasveva Jayamahe.
Jembatan ini dinamakan Petekan karena diambil dari kata dalam bahasa Jawa, Petek, yang berarti di pencet atau di tekan. Dengan kata lain Jembatan Petekan adalah jembatan layang yang akan terbuka bila ada kapal melintas di bawahnya.
Pihak Belanda awalnya menamakan jembatan ini dengan sebutan Ophaalbrug (jembatan gantung) yang di bangun pada tahun 1930 oleh perusahaan N.V. Machinefabriek Bratt and Co dengan biaya sekitar 133 ribu gulden.
Pada awalnya, perusahaan NV Machinefabriek Bratt and Co yang didirikan pada tahun 1901 ini menangani jasa pemugaran pabrik-pabrik gula, manufaktur jembatan, dan konstruksi baja. Kemudian berubah fungsi menjadi penghasil senjata sejak pendudukan Jepang untuk memasok kebutuhan perang.

doc.pribadi

Pengerjaan jembatan ini memakan waktu tiga tahun. Setelah berdiri dengan sempurna, jembatan ini mulai dioperasikan untuk pertama kalinya pada 16 Desember 1939.
Pada saat itu diumumkan pula nama resmi dari jembatan ini, yaitu Ferwerdabrug. Ferwerdabrug berasal dari dua kata, yaitu Ferwerda dan Brug. Ferwerda merupakan nama dari seorang panglima perang angkatan laut Hindia Belanda yang berjasa dalam membuka akses dari Ujung (PT. PAL) menuju pangkalan udara Morokembangan (sekarang dikenal dengan Kodikal).
Nama lengkap panglima perang tersebut adalah Laksamana Hendrikus Ferwerda (1885-1942). Sedangkan, brug berasal dari bahasa Belanda yang artinya jembatan. Jadi, Ferwerdabrug sejatinya adalah sebuah bangunan jembatan di mana pada jembatan tersebut diabadikan nama seorang Laksamana Hendrikus Ferwerda.
Karena sebelum ada jembatan ini pasukan marinir yang akan ke Morokembangan dari Ujung atau sebaliknya harus memutar lebih jauh melalui Jembatan Merah. Makanya jembatan ini dibangun untuk mempermudah aksesnya.
Jembatan ini juga didesain sebagai jembatan gantung yang bisa dinaikkan dan diturunkan, karena kala itu sungai Kalimas menjadi jalur transportasi utama kapal tradisional yang membawa barang ke kawasan perdagangan di Kembang Jepun, Surabaya.
Jembatan ini cukup canggih di masanya. Selain sebagai jembatan bagi masyarakat yang hendak melewatinya. Jembatan ini juga berperan besar menggerakkan roda ekonomi Surabaya-Madura masa itu.
Dulu, kapal-kapal dagang yang menuju dan meninggalkan Surabaya dari sungai Kalimas melewati jembatan ini. Tujuan kapal-kapal tersebut ke Pulau Madura.
Pada rentang tahun 1960-1970 para pedagang mengambil barang di Surabaya dan mengirimkan barangnya dengan kapal-kapal tradisional melewati bawah jembatan ini,
Jika kapal yang hendak lewat terlalu besar, maka jembatan itu dibuka agar bisa naik, setelah lewat jembatan diturunkan kembali dengan ditekan.
Jembatan dapat naik dan turun secara otomatis dengan cara ditekan. Oleh karenanya orang-orang sekitar kemudian menyebutnya Jembatan Petekan. Dalam bahasa Jawa Petekan artinya “dipencet” atau “ditekan”.
Sayang, kini jembatan ini mulai tergerus perkembangan zaman. Kepadatan bangunan di kota metropolis telah mengubur kejayaan jembatan petekan di masa lalu.
Kini, jembatan petekan hanya berdiri tegak dengan besi yang mulai berkarat karena termakan zaman.
Jembatan Petekan kini dijadikan cagar budaya oleh Pemkot Surabaya yang harus dilindungi agar tidak rusak.
Sesuai Surat Keputusan Wali Kota Surabaya 188.45/004/402.1.04/1998 nomor urut 47 Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surabaya Tahun 2008..

doc.pribadi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar